28211403
1.
BENTURAN
KEPENTINGAN
Benturan kepentingan adalah
perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis
pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan. Benturan
kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan, petugas atau direktur, atau
seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan pribadi yang tidak layak
sebagai akibat dari kedudukannya dalam perusahaan. Apabila situasi semacam itu
muncul, atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi merupakan
benturan kepentingan, ia harus segera melaporkan hal-hal yang terkait dengan
situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior
perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan benturan kepentingan,
mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada komite
pemeriksa. Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan / organisasi
dalam menghindari benturan kepentingan :
a
Menghindarkan
diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
b
Mengusahakan lahan
pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
c
Menyewakan
properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.
d
Memiliki bisnis
pribadi yang sama dengan perusahaan.
e
Menghormati hak
setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di
luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan
dengan kepentingan.
f
Tidak akan
memegang jabatan pada lembaga-lembaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari
yang berwenang.
g
Menghindarkan
diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun non-keuangan pada
organisasi / perusahaan yang merupakan pesaing, antara lain :
a)
Menghindari
situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan atau spekulasi atau kecurigaan
akan adanya benturan kepentingan.
b)
Mengungkapkan
atau melaporkan setiap kemungkinan (potensi) benturan kepentingan pada suatu
kontrak atau sebelum kontrak tersebut disetujui.
c)
Tidak akan
melakukan investasi atau ikatan bisnis pada individu dan pihak lain
yang mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
2.
ETIKA DALAM
TEMPAT KERJA
Dalam pandangan rasional
tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai
tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam
tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari
tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara
yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan
kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
a) Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen
berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor,
bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak
dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak
konsumen.
b) Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada
aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan,
Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan
naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
c) Etika dalam hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik harus
dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan
dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini
meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam,
recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan
perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.
3. AKTIVITAS BISNIS DAN BUDAYA
Seorang pemimpin memiliki peranan
penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur
dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu
adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan
sesuatu. Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan
perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang
bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya
dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering
mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu.
Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena
percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul
paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memberi
kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya
perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan
karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula
mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
4. AKUNTANBILITAS SOSIAL
Perusahaan harus mengakui
bahwa walaupun mereka adalah akuntan untuk shareholders saja kini mereka harus
meningkatkan rangenya menjadi lebih luas kepada stakeholders. Untuk memperluas
hal tersebut, saat ini telah terjadi pergeseran paradigma yait dari
akuntabilitas kepada shareholders menjadi akuntabilitas kepada stakeholders.
Akibatnya, perusahaan harus meningkatkan perhatian dalam pengukuran, lebih dari
sekedar laporan keuangan untuk memuaskan para pemegang saham yang bervariasi,
mengetahui seberapa baik teknik manajemen bekerja dan apa yang harus dilaporkan
kepada board committee demi memenuhi pengungkapan dalam kontrak perjanjian dan
juga kepada public. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menjelaskan
pengukuran dan aktivitas audit dalam area audit dan akuntabilitas social,
misalnya social accounting dan social auditing; social performance reporting
and audit, corporate social responsibility accounting, corporate social
performance reporting and audit dan corporate ethical performance reporting and
audit.
5.
MANAJEMEN KRISIS
Krisis dapat diartikan
sebagai suatu waktu yang tidak stabil atau pernyataan tentang suatu pekerjaan
dimana suatu perubahan yang sangat menentukan menjadi tertunda. Krisis
manajemen sebaiknya meliputi seni memindahkan resiko dan ketidakpastian dalam
rangka untuk mencapai pengendalian yang lebih (melebihi tujuan dasar). Dasar
fundamental manajemen krisis adalah memahami empat fase krisis yaitu:
a. Warnig
(peringatan)
b. Acute
c. Chronic
d. Resolution
(penyelesaian)
SUMBER :
http://garcianno.blogspot.com/2013/01/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html
http://amaliamel2.blogspot.com/2013/01/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html