Judul :
PELELANGAN HARTA DEBITOR DALAM KEPAILITAN
(The
Execution Of The Debtors Property In Bancruptcy)
Penulis : Ishak
Tema : Hukum
Perdata
BAB II
Penjelasan
A.
Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam
Kepailitan
Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 merupakan satu satunya aturan tentang kepailitan pada saat
ini. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang tersebut salah satu pertimbangannya
karena secara hukum untuk penyelesaian utang-piutang yang terdapat dalam Failismen
Verordening, Stb. Tahun 1905 Nomor 217 jo Stb. Tahun 1906 Nomor 348
dan Perpu Nomor 1 Tahun 1998. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tidak sesuai
lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. Debitor dinyatakan
pailit oleh pengadilan niaga yang berwenang jika kreditornya 2 (dua) atau lebih
dan debitor tidak membayar lunas sedikit dikitnya satu utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih. Permohonan pailit dapat diajukan oleh debitor sendiri,
kreditornya, Kejaksaan, Bank Indonesia jika debitor berupa bank, Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) jika debitor perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring
dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian, Menteri Keuangan jika debitor
perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun dan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan umum (Pasal 2 UU Nomor 37 Tahun
2004). Dalam Padal 1 angka 1 UU Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa, kepailitan
adalah sitaan umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Secara
tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan ketidak
mampuan untuk membayar oleh debitor atas utangutangnya yang telah jatuh tempo
(Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999:11).
Tujuan
kepailitan untuk melikuidasi seluruh harta kekayaan debitor oleh curator untuk
membayar piutang para kreditor secara adil, merata, dan berimbangan dibawah
pengawasan hakim pengawas (Anonimus, 2001 : 7). Pada dasarnya kepailitan
merupakan proses pembagian harta debitor kepada para kreditornya (Aria Suyadi,
dkk, 2004 : 121). Oleh karenaya maka disyaratkan bahwa kreditor dua/lebih, jika
kreditor hanya satu, maka penyelesaiannya secara gugatan biasa kepada
pengadilan negeri yang berwenang dengan alasan debitor wanprestasi (Kanun,
Edisi Agustus, 2005 : 363). Putusan pernyataan pailit bersifat serta-merta atau
dapat dijalankan lebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah pengalihan
penyembunyian harta oleh debitor (Kanun, Edisi Agustus, 2005 : 365). Putusan
pernyataan pailit menyangkut kepentingan publik, maka harus dapat diketahui
secara terbuka oleh publik. Harus ada cara bagi publik untuk dapat mengetahui
setiap saat mulai proses pengajuan permohonan, pemeriksaan, putusan,
perdamaian, dan pengurusan dan pemberesan, dan rehabilitasi debitor (Sutan Reny
Syahdeini, 2002 : 185). Putusan pernyataan pailit harus diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan dalam 2 (dua) surat kabar harian (Pasal 15 ayat 4
UU Nomor 4 Tahun 2004). Ada beberapa pihak yang terkait dalam proses
kepailitan, kreditor dan debitor merupakan dua pihak yang mempunyai hubungan
hukum utang-piutang. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undangundang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Debitor
adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan. Apabila debitor tersebut telah
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan niaga, maka dikatakan debitor
pailit (Pasal 1 angka 2, 3 dan 4 UU Nomor 37 Tahun 2004). Dalam proses
kepailitan terlihat juga Bank Indonesia, jika debitor suatu bank terlibat juga
Bapepam jika debitor perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin,
atau lembaga penyimpan dan penyelesaian. Terlihat juga Menteri Keuangan jika
debitor perusahaan asuransi, reasuransi, dan pension atau BUMN yang bergerak di
bidang kepentingan umum. Salah satu dari tiga lembaga tersebut terlibat dalam
suatu proses kepailitan karena debitor tersebut atau kreditor tidak boleh
mengajukan permohonan pailit (Pasal 2 ayat (3), (4) dan (5) UU Nomor 37 Tahun
2004). Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara dan atau
kepentingan masyarakat luas (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun
2004).
Pengadilan
niaga juga merupakan salah satu pihak yang terkait dalam proses kepailitan.
Pengadilan tersebut berada dalam lingkungan peradilan umum dan menangani
perkara kepailitan, PKPU dan perkara bidang perniagaan, misalnya perkara bidang
hak kekayaan intelektual dan perkara bidang perlindungan konsumen. Pengadilan
niaga yang pertama kali dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakart Pusat.
Pembentukan berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat (1) Perpu Nomor 1 1998. Pada
Tahun 1999 dengan Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 telah dibentuk pula Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Makasar, Medan, Surabaya dan Semarang. Pengadilan
niaga memeriksa dan memutuskan permohonan pailit dengan hakim majelis. Untuk
dapat diangkat sebagai hakim pengadilan niaga, maka telah berpengalaman sebagai
hakim dalam lingkungan peradilan umum, mempunyai dedikasi dan menguasai
pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup wewenang pengadilan
niaga, berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela dan telah
menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pengadilan niaga. Dengan
keputusan presiden dapat diangkat seseorang yang ahli sebagai hakim ad hoc (Pasal
302 ayat (2) dan (30 UU Nomor 37 Tahun 2004). Menurut ketentuan Pasal 2 ayat
(2) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2000 tentang Hakim Ad Hoc,
bahwa untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, maka harus mempunyai
dedikasi, keahlian khusus, sehat rohani dan jasmani dan telah berumur
sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun. Dari ketentuan diatas, maka ada
2 (dua) macam hakim pengadilan niaga yaitu hakim karir dan hakim ad hoc. Selain
dua macam hakim tersebut, hakim pengadilan niaga dapat digolongkan sebagai
hakim pemeriksa/pemutus dan hakim pengawas (Parwoto Wingjosumarto, 2003:126). Dalam
putusan pernyataan pailit harus diangkat kurator (Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 37
Tahun 2004). Adapun pihak yang dapat menjadi kurator balai harta peninggalan
atau kurator lainnya (Pasal 70 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004). Adapun yang
dimaksud kurator lainnya adalah kurator swasta yang adalah orang perorangan
(Anonimus, 2001 : 110). Orang perorangan yang dapat menjadi kurator adalah
perorangan yang berdomisili di Indonesia, memiliki keahlian khusus yang
dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit dan telah
terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan (Pasal 70 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun
2004). Adapun yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang telah mengikuti
dan lulus pendidikan kurator. Sedangkan yang dimaksud dengan terdaftar adalah
telah memenuhi syarat-syarat pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan anggota aktif organisasi profesi kurator (Penjelasan Pasal 70 ayat (2) UU
Nomor 37 Tahun 2004). Disyaratkan juga bahwa, kurator harus independen dan
tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor dan kreditor. Persyaratan
tersebut demi terlaksananya pengurusan yang baik dan adil. Dimungkinkan adanya curator
swasta karena ada kekhawatiran jika yang pailit perusahaan besar, maka balai harta
peninggalan tidak mempunyai keahlian yang cukup bertindak sebagai kurator. Pada
umumnya kurator swasta adalah para akuntan atau sarjana hokum yang telah lulus
pendidikan kurator (Anonimus, 2001 : 12).
Dalam
hukum kepailitan selain dikenal kurator balai harta peninggalan dan kurator
swasta juga dikenal adanya kurator sementara dan kurator tetap. Kurator sementara
merupakan kurator yang ditunjuk sebelum adanya putusan pailit. Sedangkan
kurator tetap merupakan kurator yang ditunjuk dalam putusan pailit. Penunjukan
kurator dapat dilakukan oleh kreditor maupun oleh debitor. Apabila salah satu
pihak tersebut tidak menunjuk kurator swasta, maka demi hukum yang diangkat
sebagai kurator balai harta peninggalan (Anonimus, 2001 : 12). Kurator yang
telah diangkat setiap waktu dapat dilakukan pengantian oleh pengadilan, baik
atas permintaannya sendiri, kurator lainnya, hakim pengawas atau permintaan
debitor pailit (Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 37 tahun 2004). Hakim pengawas
merupakan juga salah satu pihak yang terkait dalam proses kepailitan. Hakim
pengawas adalah hakim yang ditunjuk dalam putusan pailit (Pasal 1 angka 8 UU
Nomor 37 Tahun 2004). Sebelum berlakunya UU Nomor 37 Tahun 2004 dan Perpu Nomor
1 Thaun 1998 untuk hakim pengawas disebut hakim komisaris (Munir Fuady, 2005 :
36). Hakim pengawas tugas utamanya mengawasi proses kepailitan (Munir Fuady,
2005 : 96). Secara umum tugas hakim pengawas dalam kepailitan mengawasi pekerjaan
kurator dalam mengurus dan membereskan budel pailit, menentukan tanggal pada
saat mana tagihan terhadap pihak pailit haru diajukan, menentukan tanggal dan
tempat rapat verifikasi dan rapat para kreditor, mengirim sengketa piutang
dibantah yang tidak dapat diselesaikan dengan damai dalam rapat verifikasi kepada
pengadilan niaga untuk diselesaikan secara singkat (Anonimus, 2001:13). Hakim
pengawas tersebut merupakan salah seorang hakim pengadilan niaga. Selama
berlangsungnya pengurusan dan pemberesan harta pailit belum selesai, maka hakim
pengawas tetap melakukan tugasnya. Ada kalanya hakim pengawas terikat dengan
suatu perkara bertahun-tahun. Dalam hal ini jika hakim pengawas tersebut
meninggal dunia, pension atau pindah tugas, maka yang bersangkutan akan diganti
oleh hakim pengawas lain berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang
bersangkutan (Anonimus: 2001 : 14). Dalam suatu kepailitan juga terkait pejabat
lelang jika harta debitor pailit dijual secara lelang. Pejabat lelang adalah
pejabat umum yang diangkat oleh menteri keuangan untuk melaksanakan pelelangan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 3
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK 01/2000).
B. Penangguhan
Pelelangan Dalam Kepailitan
Ada
dua macam jaminan hutang yaitu jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat
khusus. Jaminan yang bersifat umum lahir karena ketentuan undang-undang sebagai
dimaksud dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata). Jaminan yang bersifat khusus lahir karena perjanjian. Jaminan yang
bersifat khusus dapat berupa jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan
kebendaan dapat berupa pand (gadai) sebagimana ditentukan dalam Pasal
1150 sampai dengan Pasal 1161 KUH Perdata, hipotik sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata, hak
tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan
fidusia sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Fungsi
jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan utang dalam
perjanjian utang-piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu
perjanjian (Anonimus, 1998 : 68). Apabila debitor dinyatakan pailit, maka kreditor
separatis dapat melelang jaminan hutangnya seakan-akan tidak ada kepailitan(Pasal
55 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004). Meskipun demikian, namun dalam tenggang
waktu tertentu kreditor separatis harus menangguhkan pelelangan jamianan
hutangnya. Penangguhan tersebut terjadi karena hokum tanpa perlu diminta oleh
kurator (Munir Fuady, 2005:97). Adapun lamanya masa penagguhan pelelangan
jaminan tersebut maksimal 90 (Sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004).
Penangguhan pelelangan jaminan hutang selain berlaku terhadap pemegang hak tanggungan,
hak gadai, hak hipotik dan pemegang hak fidusia, penagguhan
tersebut juga berlaku terhadap pemegang jaminan kebendaan lainnya, seperti
pemilik barang leasing, pemilik hak retensi kepemilikan, pemberi
sewa beli dan pemegang hak reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1145
KUH Perdata (Munir Fuady, 2005 : 99). Penangguhan pelelangan jaminan hutang
tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditor
untuk memperjumpakan hutang (Pasal 56 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004).
Termasuk
dalam penangguhan pelelangan jaminan hutang adalah hak kreditor yang timbul
dari perjumpaan utang (set off) yang merupakan bagian atau akibat dari
mekanisme transaksi yang terjadi di bursa efek dan bursa perdagangan berjangka
(Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004). Suatu penangguhan
pelelangan jaminan hutang bertujuan, untuk memperbesar kemungkinan tercapainya
perdamaian, pailit, atau untuk memungkinkan curator melaksanakan tugasnya
secara optimal (Penjelasan Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004). Kreditor separatis
yang terkena penangguhan pelelangan jaminan hutang harus diberi
perlindungan yang wajar. Perlindungan yang wajar adalah perlindungan yang perlu
diberikan untuk melindungi kepentingan pihak tersebut. Perlindungan dimaksud
antara lain dapat berupa ganti rugi atas penurunan nilai harta pailit, hasil
penjualan bersih, hak kebendaan pengganti, atau imbalan yang wajar dan adil
serta pembayaran tunai lainnya (Penjelasan Pasal 56 ayat (3) UU Nomor 37 Tahun
2004).
Terhadap
penangguhan pelelangan jaminan hutang, kreditor preferen dapat
mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat atau merubah syarat-syarat
penangguhan tersebut, jika kurator menolak permohonan tersebut, kreditor dapat
mengajukan permohonan kepada hakim pengawas, terhadap putusan hakim pengawas
kreditor atau kurator dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan (Ahmad Yani
dan Gunawan Widjaja, 1999 : 59). Terhadap putusan pengadilan tersebut tidak
dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk peninjauan kembali (Pasal 58 ayat
(4) UU Nomor 37 Tahun 2004). Suatu penagguhan pelelangan jaminan hutang dapat
berakhir karena tenggang waktu 90 (Sembilan puluh) hari telah lampau,
penangguhan tersebut diangkat oleh kurator, hakim pengawas atau pengadilan
niaga. Suatu penangguhan pelelangan jaminan hutang juga dapat berakhir jika
tercapai perdamaian antara kreditor konkuren dengan debitor pailit,
pernyataan pailit dicabut oleh pengadilan niaga atas usul hakim pengawas, tau
dimulainya insolvensi harta pailit. Adapun yang dimaksud dengan
insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar (Penjelasan Pasal 57 ayat (1) UU
Nomor 37 Tahun 2004). Harta pailit berada dalam keadaan insolvensi jika dalam
rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian
yang ditawarkan tidak diterima oleh para kreditor konkuren, atau
pengesahan perdamaian ditolak pengadilan niaga dan putusan tersebut telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 178 UU Nomor 37 Tahun 2004). Pelelangan
jaminan hutang kreditor separatis dalam masa penangguhan pelelangan
dilakukan oleh kurator jika harta tersebut berada dalam pengawasan kurator dan
telah diberi perlindungan yang wajar kepada kreditor separatis. Pelelangan
jaminan hutang oleh kreditor separatis dapat dilakukan dalam masa sebelum
adanya putusan pailit, setelah berakhirnya masa penangguhan pelelangan sampai
dengan insolvensi harta pailit dan dalam masa 2 (dua) bulan sejak insolvensi
harta pailit (Munir Fuady, 2005 : 102 dan 103). Setelah lewat 2 (dua) bulan
sejak insolvensi harta pailit, kreditor separatis tidak berwenang
lagi melelang jaminan hutangnya dan kewenangan pelelangan beralih kepada
kurator. Apabila hasil pelelangan jaminan hutangnya tidak cukup untuk pelunasan
hutangnya kreditor separatis, maka kreditor tersebut dapat mendaftarkan
sisa hutangnya kepada kurator. Akan tetapi jika hasil pelelangan jaminan
hutangnya ada sisa setelah diambil untuk pelunasan hutangnya, maka kreditor separatis
harus mengembalikan sisa tersebut kepada kurator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar