logo gunadarma

logo gunadarma
Univ. Gunadarma

Senin, 06 Mei 2013

Review Pelaksanaan Pembiayaan Mulia dengan Akad Murabahah pada PT.Pegadaian (Persero) Syariah Kota Pekanbaru






Judul           : Pelaksanaan Pembiayaan Mulia dengan Akad Murabahah pada     PT.Pegadaian (Persero) Syariah Kota Pekanbaru

Penulis        : Atma Kusuma

Tema          : Hukum Perdata



Abstract
Government regulations Number 103 year 2000 become business foundation that compose a concept of the establishment of sharia Pegadaian Services unit as a first step the establishment of a special division to handle business activities of sharia. financing of precious metals is precious metal sales by Pegadaian to the community in cash and collateral for a period of flexible . Distribution of the mortgage loans are based on the application of Islamic sharia in Islamic economic transactions (regular gold pawn) .

Keywords : Sharia , financing of precious metal


A. Latar Belakang

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer,sekunder maupun tersier tidak semuanya dapat terpenuhi, karena tidak memiliki dana yang cukup, sehingga tidak jarang karena tidak ada barang yang dijual, ia terpaksa mencari pinjaman kepada orang lain. Dengan berkembangnya perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, maka seseorang dapat mencari uang pinjaman melalui jasa pembiayaan baik melalui lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank, diantaranya adalah Lembaga Pegadaian.

Lembaga Pegadaian di Indonesia sudah lama berdiri sejak masa colonial Belanda. Untuk menekan praktek pegadaian illegal serta memperkecil lintah darat yang sangat merugikan masyarakat, maka pemerintah kolonial Belanda memonopoli usaha pegadaian dengan mendirikan jawatan pegadaian yang berada dalam lingkungan Kantor Besar Keuangan. Kemudian pada tahun 1930 dengan stbl. 1930 nomor 226. jawatan pagadaian itu diubah bentuknya menjadi Perusahaan Negara berdasarkan pasal 2 IBWI (donesche Bedrijven Wet) yang berbunyi :penunjukan dari cabang-cabang dinas negara Indonesia sebagai perusahaan negara dalam pengertian undang-undang ini, dilakukan dengan ordonansi.1

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian. Satu hal yang perlu dicermati bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, di mana misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP.No.103 tahun 2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Setelah melalui kajian yang panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang

menangani kegiatan usaha syariah.2

Arti gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu

barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain

atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang untuk

mengambil pelunasan dari barang itu secara didahulukan dari pada orang

berpiutang lainnya, kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya

penyelamatannya setelah barang itu digadaikan adalah biaya-biaya mana harus

didahulukan.3

Pengertian gadai syariah dalam Hukum Islam adalah Rahn yang mempunyai arti menahan salah satu harta milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima dari peminjam atau murtahin. Rahn terjadi karena adanya transaksi muamalah tidak secara tunai (hutang piutang). Dan apabila bermuamalah tidak secara tunai, hendaknya ditulis sebagai bukti agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari. Sayid Sabiq mendefinisikan rahn adalah menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan utang yang memungkin untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.4

Gadai syari’ah atau rahn pada mulanya merupakan salah satu produk yang ditawarkan oleh Bank Syariah. Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank syariah pertama di Indonesia telah mengadakan kerjasama dengan Perum Pegadaian, dan melahirkan Unit Layanan Gadai Syariah (kini, Cabang Pegadaian

Syariah) yang merupakan lembaga mandiri berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh Pegadaian Syariah sebagai murtahin kepada nasabahnya sebagai rohin diikat dengan berbagai akad yang sah sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Akad secara etimologis berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun secara ma’nawi, dari satu segi maupun dari dua segi.5

Pengertian murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui.6 Pengertian lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.7

Dengan pembiayaan murabahah, nasabah atau pembeli mendapat kelonggaran dalam membayar barang yang dibeli sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuatnya dengan penjual. Logam mulia atau emas mempunyai berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia disamping memiliki nilai estetis yang tinggi yang juga merupakan jenis investasi yang nilainya sangat stabil, likuid, dan aman secara riil. Seperti diketahui bahwa harga emas saat ini semakin hari semakin melambung. Emas sering diidentikan sebagai barang berharga yang bernilai estetis yang tinggi, nomor satu, prestisius dan elegan, sehingga orang menyebutnya sebagai logam mulia, karena dalam keadaan murni atau dalam udara biasa, emas tidak dapat teroksidasi atau dengan kata lain tahan karat.8

Dalam pelaksanaan jual beli logam mulia di Pegadaian Syariah ada tiga pihak yang terkait, yaitu pihak penjual, pembeli dan pemasok. Pegadaian Syariah selaku pihak penjual menawarkan emas batangan kepada nasabah selaku pihak pembeli, dimana harga beli dan margin keuntungan diberitahukan oleh Pegadaian Syariah kepada pihak pembeli (nasabah), setelah ada kesepakatan, kemudian pihak penjual melakukan pemesanan emas logam mulia kepada pihak pemasok PT.ANTAM (Aneka Tambang) sesuai dengan permintaan pihak pembeli. Dari pelaksanaan transaksi jual beli logam mulia di Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut di atas, ada permasalahan yang perlu digaris bawahi, yaitu adanya denda keterlambatan pembayaran, adanya ketidak pastian (gharar) dalam akad dimana pihak pembeli (nasabah) tidak mengetahui secara pasti akad mana yang berlaku, akan murabahah atau akad rahn, dan juga dalam akad rahn nasabah tidak dibebani biaya penitipan barang jaminan, dan adanya unsur pemaksaan, dimana tidak ada kebebasan bagi pihak pembeli (nasabah), kecuali harus menyerahkan atau merelakan emas yang dibeli dijadikan jaminan hutang.

Murabahah biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat. Dapat dikatakan bahwa murabahah dapat sangat membantu seseorang yang sangat membutuhkan suatu barang , tetapi tidak mempunyai cukup dana, maka dengan adanya murabahah ini orang tersebut dapat memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai terlebih

dahulu. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.4/DSNMUI/

V/2000 Tentang Murabahah diperbolehkan adanya jaminan. Jaminan dalam akad murabahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya. Sehingga Bank atau pegadaian sebagai murtahin dapat meminta nasabah sebagai rohin untuk menyediakan barang jaminan ( almarhun) yang dapat dipegang. Dalam pasal 1131 KUH Perdata disebutkan bahwa : segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akad ada di kemudian hari, menjadi tanggungan segala perikatannya perorangan. Dalam pasal 1132 KUH Perdata disebutkan bahwa :

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menguntungkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Untuk

mengetahui yang sebenarnya bagaimana praktik akad murabahah (dua akad dalam satu transaksi), maka perlu mengadakan penelitian pada Cabang PegadaianSyariah Kota Pekanbaru.


1 Mariam Darus Badrul Zaman, Aneka Hukum Bisnis, PT Alumni, Bandung, 1995, hlm. 153.

2 Abdul Ghofur Anshari, Gadai syariah di Indonesia : konsep, Implementasi dan

Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta : 2006, hal.3

3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1152-1153.
4 Sayyid Sabiq, al-Fiqh as-Sunnah, Jilid 3, Dar al-Fikr, Beirut : 1995, hlm. 187.
5 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Waadillatuhu, Juz IV, Daar al-fikr, Damaskus, 1989, hlm. 80.

6 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terjemah, Jilid 12, , Terjemahan Kamaluddin A.M., PT.Al-Ma’arif, Bandung, 1988, hlm. 82.

7 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm.161.

8 http://www.investasi-emas.info/index.php?mod=index&act=faq,Akses tanggal 2 Januari 2012.


B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah sosiologis empiris, yaitu pendekatan masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. Jika dilihat dari sifatnya maka penelitian ini tergolong kepada deskriptif, maksudnya penelitian ini menjelaskan bagaimana pelaksanaan perjanjian murabahah logam mulia di pegadaiaan syariah kota pekanbaru.


C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok masalah

dalam tulisan ini adalah :

  1. Bagaimanakah pelaksanaan pembiayaan MULIA dengan akad murabahah pada PT. Pegadaian (Persero) Syariah Kota Pekanbaru ?
  2. Apakah yang menjadi hambatan pelaksanaan pembiayaan MULIA dengan akad murabahah pada PT. Pegadaian (Persero) Syariah Kota Pekanbaru ?
  3. Bagaimanakah upaya penyelesaiaan sengketa dalam pelaksanaan pembiayaan MULIA dengan akad murabahah pada PT. Pegadaian (Persero) Syariah Kota Pekanbaru ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar